RESUME
BUKU
MA’ALIM
FI ATH-THARIQ ( PETUNJUK JALAN YANG
MENGGETARKAN IMAN )
KARYA
: SAYYID QUTB
Rambu-Rambu
Petunjuk Jalan Ilahi
Umat manusia sekarang
ini berada di tepi jurang kehancuran. Keadaan ini bukanlah berasal dari ancaman
maut yang sedang tergantung di atas ubun-ubunnya. Melainkan disebabakan
kegagalannya mengenali nilai-nilai islam.
Hal ini terlihat dengan maraknya paham2 yang bertentangan dengan watak
dan kebutuhan fitrah manusia, yang akibatnya menyebabkan banyak kehancuran di berbagai bangsa, seperti bangsa eropa,
rusia dan bangsa timur.
Bangsa-bangsa yang
mengalami kehancuran-kehancuran tersebut merupakan bangsa-bangsa yang
mengadopsi kepemimpinan barat yang jauh dari fitrah manusia secara umum lebih
khusu jauh dari sistem islam. Maka untuk memulihkan dan membangkitkan kondisi
yang carut marut tersebut tidak lain dan
tidak bukan langkahnya yaitu menerapkan dan mengembalikan kembali sistem islam
yang sudah lama ditinggalkan oleh generasi yang ada sekarang. Adapun langkah
untuk memulai mengembalikan sistem islam tersebut yaitu harus ada sang pionir
yang membulatkan tedak untuk itu dan harus memiliki petunjuk jalan yang
merupakan petunjuk yang memparkan karakteristik perannya, hakikat fungsinya,
tujuan idealnya dan tahapan-tahapannya. Petunjuk jalan tersebut haruslah
diluruskan dengan berpangkal dari referensi utama yaitu Al-Quran.
Bab
1 : Generasi Qur’ani : Generasi yang unik
Dakwah Islamiyah telah melahirkan satu generasi manusia,
generasi sahabat Rasulullah SAW, Ridhwanullahi alaihim. Yaitu suatu generasi
yang paling istimewa di dalam sejarah Islam dan sejarah kemanusiaan
lainnya.Generasi itu tidak pernah muncul dan timbul lagi sesudah itu, walaupun
terdapat juga beberapa pribadi dan tokoh tertentu di sepanjang sejarah, tetapi
tidaklah lahir lagi segolongan besar manusia, di satu tempat yang tertentu
pula, seperti yang telah muncul dan lahir di dalam generasi pertama dakwah ini.
Ini adalah satu fakta dan kenyataan yang tak terbantahkan
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai tertentu yang perlu kita perhatikan dan
renungkan dengan sungguh-sungguh, agar dapat kita menyelami rahasianya.
Ada 3 faktor utama keberhasilan generasi pertama dan
merupakan faktor pembebedanya dengan generasi sekarang yaitu
1. Sumber
rujukannya adalah Al-Qur’an dan steril dari pengaruh manhaj lain dan sistem
hidup lain.
2. Mereka
mempelajari Al-Qur’an untuk mengamalkan/mengaplikasikan, sedang generasi
sekarang mengkaji al-qur’an dengan berorientasikan tradisi dan publikasi, serta
dengan tujuan hobi dan mencari keuntungan.
3. Saat
mereka masuk Islam dan mendapat Al-Qur’an seketika itu pula mereka melepas
seluruh kejahiliyahan, sedang generasi sekarang terus menerus berada pada
kejahiliyahan, bahkan berda pada kejahiliyahan yang lebih mengenaskan.
Bab 2 :
Karakteristik Manhaj Qur’ani.
Ayat-ayat
Al-Quran periode Mekah telah diturunkan kepada Rasulullah SAW dalam waktu tiga
belas tahun, dengan mengemukakan satu persoalan saja. Ya, hanya satu persoalan
yang tidak berubah-ubah; tetapi cara mengemukakan persoalan itu hampir tidak
berulang-ulang. Gaya dan penyajian Al-Quran mengemukakan persoalan itu luar
biasa sekali, sehingga tampak seolah-olah persoalan itu masih tetap baru,
bagaikan sesuatu yang baru saja dicetuskan untuk pertama kali. Ayat-ayat
Al-Quran periode Mekah itu menyelesaikan suatu persoalan besar, suatu persoalan
utama dan penting, suatu persoalan dasar bagi agama yang baru muncul itu yaitu
persoalan AQIDAH.
Inilah satu dimensi di
balik misteri dan karakteristik agama Islam. Manhaj Islam memfokuskan untuk
membangun identitasnya dan mengembangkannya, kemudian memapankan akidah dan
mengokohkanya, serta menjadikan akidah ini komprehensif dan berkesan dalam
setiap relung jiwa. Sehingga, manhaj ini bisa menjadi suatu kebutuhan pokok
yang hakiki; juga menjadi jaminan atas berbagai kemungkinan yang terjadi, dan
atas keserasian antara pohon yang menjulang di udara dan akar-akarnya yang
menancap di kedalaman bumi.
Ketika
telah terpatri akidah la ilaha illallah di relung hati yang paling dalam
maka seketika itu pula menjadi mapanlah tatanan yang mencerminkan la ilaha
illallah, dan menjadi jelas bahwa inilah tatanan satu-satunya yang diridhai
oleh jiwa yang menjadi tempat bersemayamamnya akidah. Kemudian, jiwa akan patuh
sepenuhnya untuk memulai tatanan ini, bahkan meski belum diterangkan rincianya
dan belum diterangkan juga perundanganya.
BAB 3: Perkembangan Masyarakat Islam dan
Karekteristiknya.
Sesungguhnya
dakwah Islamiyah yang dibawa Nabi Muhammad SAW merupakan mata rantai terakhir
dari rangkaian dakwah dan seruan ke jalan Islam yang telah berjalan lama di
bawah pimpinan para Rasul dan utusan-utusan Allah yang mulia. Dakwah ini di
sepanjang sejarah wujud manusia mempunyai sasaran dan tujuan yang satu. Yaitu,
membimbing manusia untuk mengenal Tuhan mereka yang Maha Esa dan Yang Maha
Benar, agar mereka menyembah dan mengabdi hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mengubur segala penuhanan terhadap sesama makhluk.
Pada
masa tertentu, tidak banyak yang tidak mengakui eksistensi Alloh SWT, tetapi
kebanyakan mereka yang mengakui eksistensi akan adanya Alloh, keliru dalam
memahami akan hakikat Tuhan yang haq, bahkan mereka menyekutukan Alloh dengan
sesembahan yang lain. Ada kalanya mereka menyekutukanNya dalam hal keyakinan dan peribadatan, adakalanya dalam
hal ketundukan dan kedaulatan, yang kesemuanya ini sama-sama merupakan bentuk
kesyirikan yang mengeluarkan manusia dari Agama Alloh.
Manusia
tidak akan mampu untuk mengubah sunnatulloh dalam hukum alam yang mengatur dan
mengendalikan alam semesta. Oleh karena itu manusia harus kembali kepada Agama
Alloh dengan penuh kesadaran dalam kehidupan mereka. Mereka harus menjadikan
hukum-hukum Alloh sebagaia hukum-hukum yang mengatur semua sisi kehidupan
mereka. Mereka harus keluar dari kejahiliyahan yang selam ini membelenggu
mereka yang berlandaskan kedaulatan ditangan makhluk.
Uapaya
untuk mengikis kejahiliyahan dan mengembalikan manusia kepada Alloh semata
tidaklah cukup dan tidak berdaya guna jika Cuma teori semata, karena jia teori
belaka tidak sebanding dengan praktik-praktik kejahiliyahan yang ada yang bukan
hanya tercermin dalam teori tapi juga tercermin dalam pola komunitas haraki.
Maka upaya tersebut harus lebih superior diatas kejahiliyahan yang ada.
Landasan
teoritis yang mendasari islam sepanjang sejarah adalah prinsip syahadat, yang
dari prinsip inilah lahir kemudian lahir manhaj yang sempurna bagi manusia
untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai dimensi, sehingga
jika manhaj tersebut telah dipraktikkan secara total maka akan mampu mengikis
segala bentuk kejahiliyahan yang
akhirnya akan terlahir masyarakat muslim yang mempersembahkan kehidupannya
mutlak hanya kepada Alloh yang Esa.
Manhaj Islam akan menuai hasil nyata yang luar biasa
di dalam menegakkan masyarakat Islam menegakkan masyarakat Islam yang berdiri
di atas akidah (bukan atas dasar kesukuan, tanah air, warna kulit, bahasa, dan
kepentingan yang bersifat keduniaan yang terbatas pada sekat-sekat teritorial
yang sempit), serta menonjolkan, mengembangkan, dan meninggikan karakteristik
manusia di luar ciri-cirinya yang sama dengan makhluk hidup lain dalam
komunitasnya. Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka (open society)
untuk semua suku, bangsa, dan warna kulit, tanpa terkendala oleh sekat-sekat
fisik yang sempit.
Dalam masyarakat Islam tercakup semua ciri dan potensi
manusia. Semua perbedaan yang bersifat kemanusiaan disatukan, dan terbentuklah
struktur organik yang melampaui relativitas yang terbatas. Dari komunitas yang
hebat, koordinatif dan intergratif ini, terciptalah peradaban yang agung
yang meliputi semua potensi manusia yang hidup dalam zaman yang sama, walaupun
dengan jarak yang jauh dan lambatnya sarana komunikasi pada zaman tersebut.
Bab
4 : Jihad Fi Sabilillah
Sesungguhnya jihad merupakan sesuatu yang diperlukan bagi
dakwah jika tujuannya adalah proklamasi pembebasan manusia dengan seruan yang
serius untuk menghadapi realitas pragmatis, dengan relevan untuk setiap
dimensinya; dan tidak cukup hanya dengan wacana filosofis-teoretis belaka. Sama
saja, entah tanah air Islam (al-wathan al islamu) dalam kondisi aman
atau sedang di bawah tekanan negara tetangga. Ketika berusaha keras mewujudkan
perdamaian fleksibel, yakni semata-mata ketentraman daerah tertentu yang
penduduknya memeluk akidah islam. Tetapi Islam menghendaki kedamaian di mana
agama itu semata-mata hanya untuk Allah. Maksudnya, ketundukan semua
penduduknya semata-mata kepada Allah, tidak ada antara penduduknya yang
menjadikan sesamanya sebagai sesembahan selain.
Dari
beberapa tahapan jihad dalam perspektif islam, terlihat
karakteristik-karakteristik yang mendasar dan menda;am dalam manhaj haraki
agama islam, yaitu sebagai berikut:
1. Gerakan
islam merupakan gerakan yang tidak cukup hanya beretorikan dihadapan kekuatan
kapital, sebagaimana ia tidak bisa memanfaatkankekuasaan kapital untuk
menyentuh nurani tiap-tiap orang. Gerakan apapun dalam agma ini, asal proaktif
berupaya melepaskan manusia dari pengabdian kepada hamba menuju pengabdian
kepada Alloh semata.
2. Realitas
harakah, yaitu harakah yang mempunyai beberapa tahapan. Setiapa tahapan
memiliki fasilitas yang relevan dengan kebutuhan dan kepentingan kontemporer,
dan setipa tahapan kana mengantarkan pada tahapan berikutnya.
3. Bahwa
perjuanagan yang serius ini dan fasilitas-fasilitas yang modern, tidak kemudian
menjadikan agama ini keluar dari prinsip-prinsipnya yang jelas, tidak pula
keluar dari target-target yang dicanangkan.
4. Adanya
legislative control ( kontrol yang bersifat Syar’i ) terhadap berbagai persinggungan antara
masyarakat muslim dengan masyarakat lain.
Bab 5 : La ilaha Illalloh adalah manhaj
kehidupan
Nuasana pertama yang membedakan karakter masyarakat muslim
adalah bahwa masyarakat ini berlandaskan pada fundamen ketundukan kepada Allah
semata dalam segala perintah-Nya. Ketundukan inilah yang dicerminkan dan
dicorakkan oleh syahadat la ilaha illallah wa anna Muhammadan rasulullah.
Ketundukan ini tercermin dalam konsepsi teologis; tercermin dalam ritual-ritual
ibadah; dan tercermin dalam hukum-hukum yang diundangkan (asy-syara’i
al-qanuniyyah).
syahadat la ilaha illallah wa anna Muhammadan rasulullah merupakan fundamen aqidah islam yang
merupaka landasan manhaj integral kaum muslimin dalam segala segi kehidupannya.
Maka kehidupan tidak bisa kokoh sebelum
fundamen ini tegak terlebih dahulu. tidak bisa disebut kehidupan islami jika
belandaskan selain fundamen ini atau belandaskan satu atau beberapa fundamen
lain secara bersamaan. Alloh Taala berfirman dalam qur an surat Yusuf ayat 40,
an-Nisa ayat 80.
Bab
6 : Hukum Kosmos
Sesungguhnya dibalik
eksistensi alam semesta ini ada kehendak yang mengaturnya, kekuatan yang
menggerakkanya, hukum yang menertibkannya.
Syari’at Alloh yang
ditetapkanNya untuk mengatur kehiduoan manusia merupakan hukum kosmik (
syari’ah kauniyyah), artinya hukum ini berkaitan erat dan bergerak harmonis
dengan undang-undang semesta yang bersifat universal. Dari sini maka komitmen
pada syari’atNya timbul karena tiga hal :
1.
Pentingnya
merealisasikan keharmonisan antara
kehidupan manusia dan pergerakan kosmik sebagai tempat hidup manusia.
2.
Pentingnya
realisasi keserasian antara hukum yang mengatur fitrah tersembunyi manusia dan
hukum yang mengatur kehidupan mereka yang kasat mata.
3.
Pentingnya
keharmonisan antara kepribadian manusia yang tersembunyi dan kepribadian yang
tampak.
Apabila terjadi keseimbangan yang mutlak
antara kehidupan manusia dan hukum kosmik maka manusia akan memperoleh manfaat
dalam segala hal. Dalam kondisi ini kehidupan akan terjaga dalam kehancuran.
Dan hanya dalam kondisi inilah manusia akan hidup dala suasana damai bersama
jiwa mereka. Kedamaian bersama lam timbul karean aktivitas manusia selaras
dengan aktivitas alam semesta, juga karena orientasi manusia sesuai dengan
orientasi alam semesta, sedangkan kedamain bersam jiwa timbul dari keserasian
aktivitas mereka dengan dorongan intuisi
yang benar, sehingga tidak terjadi perkelahian antara kepentingan diri
dan fitrah mereka. Karena Alloh menyelaraskan antara aktivitas nyata dan fitrah
yang tersembunyi dalam kemudahan dan ketenangan.
Bab
7: Islam dan Peradaban
Islam hanya mengenal dua corak masyarakat yaitu masyarakat
islami dan masyarakat jahiliyah.Masyarakat islam yaitu masyarakat yang islam dipraktikkan
di dalamnya, baik dari segi akidah dan ritual ibadahnya, Syari’at dan
undang-undangnya, maupun dari segi tuntunan akhlak dan perilakunya. Sedang
masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang islam tidak dipraktikkan di
dalamnya, akidah dan konsepsinya tidak dianut, nilai-nilai dan konsiderannya
tidak digunakan, undang-undang dan syari’atnya tidak diberlakukan, juga
tuntunan akhlak dan prilakunya tidak diperhatikan.
Islam merupakan peradaban, dan masyarakat islami adalah
masyarakat yang berpradaban, yang memilki parameter yang permanen yang tak
mungkin meleleh ataupun berubah bentuk. Masyarakat islami adalah sebuah target
yang dielu-elukan oleh semua manusia, sekarang ini dan dikemudian hari. Dengan
masyarakat ini mereka ingi terangkat dari jurang kejahiliyahan, di mana bangsa-bangsa
yang maju dan terbelakang dalam hal teknologi dan ekonomi terjebak di dalamnya.
Peradaban islami adalah peradaban yang mengakomodasi implementasi
nilai-nilai kemanusiaan, bukan kemajuan teknologi, ekonomi ataupun ilmu
pengetahuan yang diiringi keterbelakanga nilai-nilai kemanusiaan.Nilai-nilai kemanusiaan
bukanlah idealisme utopis, merupakan nilai-nilai aktual aplikatif, yang dapat
direalisasikan dengan kerja keras manusia dalam naungan konsep-konsep islam yang
benar.
Peradaban islami bisa mengambil format yang beraneka ragam,
berkenaan dengan komposisi materi dan desainya. Hanya saja asas-asas dan nilai-nilai
yang mendasarinya bersifat permanen, karena hal inilah yang menopang peradaban
tersebut. Adapun asas-asas dan nilai tersebut adalah :
1. Beribadah
kepada Alloh semata
2. Berhimpun
atas dasar akidah
3. Meninggikan
sisi kemanusiaan manusia diatas kepentingan materi
4. Membumikan
nilai-nilai humanis yang mengembangkan sisi kemanusiaan manusia, bukan sisi
kebinatangan
5. Menghormati
ikatan keluarga
6. Menjalankan
peran khalifah di bumi sesuai perintah dan ketentuan Alloh
7. Hanya
berpedoman pada manhaj dan syari’at Alloh berkaitan dengan tugas-tugas khalifah.
Bab
8 : Islam dan Kebudayaan
Semua aktivitas seni merupakan ekspresi manusiawi tentang
berbagai macam imajinasi, emosi, dan reaksi manusia, juga tentang ilustrasi
jiwa manusia atas alam semesta dan kehidupan. Ekspresi ini didorong mungkin
juga dimunculkan dalam jiwa orang muslim oleh konsepsi Islaminya yang
komprehensif. Yakni, yang mencakup segala unsur alam semesta, jiwa manusia, dan
kehidupan; dan mencakup keterkaitkan dengan Sang Pencipta alam, jiwa dan
kehidupan, juga dengan imajinasinya yang subjektif tentang hakikat manusia,
posisinya terhadap alam, tujuan hidupnya, perannya dalam kehidupan, dan
nilai-nilai kehidupannya. Semua ekspresi ini termuat dalam konsepsi Islami yang
tentunya bukan sekadar pandangan yang bersifat pemikiran belaka. Lebih dari itu,
ia adalah pandangan dogmatis yang aktif, inspiratif, impresif, efekkif, dan
implisif, yang mampu membangkitkan semangat hidup manusia.
Sedangkan kaitannya dengan intelektual dan pentingnya mengembalikan
kegiatan ini pada naungan konsepsi islami dan sumber rabbaninya sebagaia bentuk
realisasi penghambaan mutlak kepada Alloh semata. Hal penulis memaparkan sebagai
berikut :
Seorang muslim berhak mempelajari ilmu pengetahuan murni,
seperti ilmu kimia, ilmu fisika, biologi, astronomi, ilmu kedokteran,
teknologi, ilmu pertanian, manajemen, keterampilan yang bernilai seni, teknik
perang dan bela diri dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Ia boleh saja mempelajari
semua itu, baik dari seorang muslim ataupun nonmuslim. Sedangkan ilmu
pengetahuan yang ada hubungannya dengan penjabaran semua aktivitas manusia
secara individu maupun kolektif dan ilmu yang khusus membahas penjabaran dan
perkembangan kosmos dan kehidupan serta perkembangan diri manusia sendiri dari
sudut pandang metafisika, karena jenis ilmu ini berkaitan langsung dengan
akidah, maka seorang muslim hanya boleh mempelajarinya dari seorang muslim yang
mumpuni keagamaannya dan konsisten ketakwaannya serta menyadari bahwa semua itu
bersumber dari Alloh.
Bab
9 : Akidah : Identitas Seorang Muslim
Identitas seorang Muslim, di negara Islam, dinilai
berdasarkan akidah yang telah menjadikannya sebagai anggota dari komunitas
“Umat Islam”. Sementara, ikatan kekerabatannya hanyalah kekerabatan yang
berlandaskan keyakinan kepada Allah; dengan kondisi ini, ia akan mudah
mempererat ikatan dengan keluarganya dalam agama Allah.
Bab
10 : Transformasi yang Luar Biasa
Transformasi ini bertujuan agar pandangan mereka bisa lebih
maju dan kondisi mereka bisa lebih dekat pada kedudukan yang mulia yang lebih
layak bagi kehidupan manusia. Islam tidak akan menyisakan sedikit pun untuk
jahiliyah yang hina yang pernah mereka lalui, kecuali beberapa subkonsep yang
secara kebetulan mirip dengan beberapa subkonsep dari sistem yang Islami. Yang
demikian ini tidak akan digunakan secara utuh apa adanya, namun akan
diintegrasikan pada keagungan sumber Islam yang sama sekali berbeda dengan
sumber yang selama ini integral dengan mereka, yakni sumber jahiliyah yang
keruh dan kotor. Dengan demikian, transformasi ini, seketika itu juga, tidak
menolak pengetahuan yang ilmiah-murni, bahkan mendorongnya sekuat tenaga untuk
maju dan berkembang.
Bab
11 : Berjiwa Besar Karena Memilki Iman
Berjiwa besar atau
perasaan serba unggul harus dipegang teguh oleh jiwa-jiwa kaum mukmin dalam
menghadapi segala sesuatu, segala situasi, semua nilai dan semua orang, yakni
perasaan serba unggul karena keimanan dan nilai-nilainya, yang melebihi
keseluruhan nilai yang berasal dari sumber selain mata air keimanan.
Berjiwa besar dengan
kaimanan bukan semata-mata kemandirian
tekad, bukan pula semangat yang membara atupun antusiasme yang meluap-luap.
Sebaliknya ia adalah superioritas yang Established dalam tabiat Sang Wujud,
yakni kebenaran abadi yang ada dibalik kekuatan logika, pandangan lingkungan,
konvensi masyarakat dan kebiasaan baik manusia, karena semua ini berhubungan
langsung dengan Alloh yang Mahahidup yang tak akan pernah mati.